Lagi, Penembakan Teroris di Solo, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo, Sabtu (1/9/2012) pagi memimpin langsung evakuasi jasad terduga teroris dan tersangka teroris hidup dari Markas Satbrimobda Daerah Istimewa Yogyakarta untuk diterbangkan ke Jakarta melalui Bandara Adisutjipto.
"Ya, kami berupaya melakukan penanganan sesuai prosedur, mulai dari penyelidikan hingga penangkapan. Sebenarnya kami berusaha melakukan penangkapan terhadap terduga dalam kondisi hidup, namun karena mereka melakukan perlawanan, akhirnya terpaksa mereka tewas tertembak," kata Timur Pradopo di Mako Brimob DIY, Yogyakarta, Sabtu.
Menurut dia, dalam penangkapan tersebut satu anggota terbaik Polri gugur setelah terkena tembakan salah satu terduga teroris.
"Ini menunjukkan ancaman yang tinggi, bukan hanya kepada masyarakat, tetapi juga terhadap petugas, sehingga masyarakat harus waspada dan memberikan informasi yang mencurigakan kepada petugas," katanya.
Ia mengatakan dengan langkah-langkah ini tentunya masyarakat tetap harus waspada memberikan informasi apa saja yang dapat ditindak lanjuti Polri.
Teror beruntun yang mengarah kepada anggota kepolisian di Kota Solo, Jawa Tengah, dalam dua pekan terakhir menuntut aparat untuk meningkatkan kewaspadaan. Pelaku penembakan, yang memiliki mobilitas tinggi, bisa memanfaatkan situasi, dan perbuatannya menimbulkan keresahan di masyarakat, diduga adalah jaringan teroris.
”Tindakan itu mengarah pada teror, bukan kejahatan konvensional,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar, di Jakarta, Jumat (31/8/2012). Selama ini jaringan teroris juga menargetkan polisi sebagai sasaran aksinya.
Kamis malam, dua orang tidak dikenal mendatangi pos polisi di dekat Plaza Singosaren, Kecamatan Serengan, Solo. Pelaku menembak Brigadir Kepala Dwi Data Subekti yang bertugas di pos itu. Dwi Data tewas dengan empat luka tembakan di dada dan di lengan (Kompas, 31/8). Jenazah Dwi Data hari Jumat dimakamkan di Pemakaman Astana Temu Ireng di Kabupaten Karanganyar, Jateng.
Penembakan terhadap Dwi Data merupakan teror ketiga yang diterima polisi di Solo selama Agustus 2012. Pada 17 Agustus, Brigadir Kepala Endro dan Brigadir Kukuh yang bertugas di pos pengamanan Lebaran di Gemlegan, Serengan, Solo, ditembak. Pada 18 Agustus, pos pengamanan Lebaran di Gladak, Solo, dilempar granat (Kompas, 18-23/8).
Menurut Boy, Polri terus menyelidiki penembakan dan teror di Solo itu. ”Selongsong peluru diketahui. Jenis senjata api juga sudah diketahui,” katanya. Sepeda motor yang digunakan pelaku juga sudah teridentifikasi.
”Kami terus bergerak dan belum dapat menyimpulkan keterkaitan ketiga kasus itu,” kata Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Didiek S Triwidodo ketika berkunjung ke rumah almarhum Dwi Data di Jaten, Karanganyar.
Terduga pelaku ditembak
Densus 88 Antiteror Polri melakukan penggerebekan dan penangkapan terduga teroris di Jalan Veteran, Solo, Jawa Tengah, Jumat (31/8/2012) malam. Dalam penangkapan tersebut diwarnai baku tembak yang mengakibatkan dua terduga teroris tewas dan satu anggota Densus 88 gugur.
Polisi bergerak cepat. Seorang terduga pelaku penembakan terhadap Dwi Data, yang belum diidentifikasi polisi, tewas ditembak di Kelurahan Tipes, Kecamatan Serengan. Pelaku diduga melawan sehingga terjadi tembak-menembak di Jalan Veteran, Solo, tak jauh dari pusat perbelanjaan Lotte Mart. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 21.30. Dalam peristiwa itu, satu anggota polisi juga tertembak.
Menurut saksi mata Sri Sumiati (46), ia sempat mendengar suara tembakan tiga kali. ”Semula saya kira suara petasan. Setelah ada ramai-ramai, saya keluar,” katanya.
Dalam tembak-menembak tersebut, terlihat satu orang terjatuh. Setelah itu, beberapa orang datang mengangkat orang yang terjatuh itu. Polisi masih mengidentifikasi orang yang tertembak itu, yang diduga pelaku penembakan terhadap Dwi Data.
Kepala Polda Jateng membenarkan adanya tembak-menembak antara polisi, terutama Densus Antiteror, dan terduga pelaku penembakan. ”Ada penggerebekan Densus. Satu orang terduga teroris tewas dan satu anggota polisi tertembak,” ujar Didiek. Dikabarkan satu polisi yang tertembak itu akhirnya juga tewas.
Tak terkait pilkada
Sebelumnya Boy menyebutkan, polisi bisa menembak di tempat pelaku dalam pengejaran. Tembak di tempat itu tentu dilakukan sesuai prosedur. ”Penggunaan senjata api terhadap pelaku yang menggunakan senjata api itu wajar dilakukan. Ini sesuai prinsip tegas dan dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.
Boy menambahkan, sejauh ini belum ada keterkaitan kasus penembakan itu dengan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta, terkait pencalonan Wali Kota Solo Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon gubernur. ”Kita harus proporsional. Jangan terjebak pemikiran yang tak berdasarkan fakta,” katanya.
Secara terpisah, Jokowi berharap teror di Solo segera terungkap. Namun, hal yang paling penting adalah warga meningkatkan kewaspadaan. Jika ada hal-hal yang mencurigakan, warga diminta segera melapor. Fungsi perlindungan masyarakat dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota Solo juga akan dimaksimalkan.
Gubernur Jateng Bibit Waluyo, di Semarang, mengimbau warga di Solo agar tak terpengaruh dengan kasus itu. ”Jangan ada lagi hal aneh-aneh. Mari bekerja keras memajukan daerah itu,” ujarnya.
Berlangsung cepat
Sejumlah warga Solo, yang saat penembakan terhadap Dwi Data berada di sekitar tempat kejadian, Kamis malam, menyaksikan pelaku melarikan diri dengan sepeda motor berwarna biru. Warga tak berani mendekat karena pelaku yang memakai helm dan penutup mulut sempat melepaskan tembakan ke atas pula.
Suparno (46), warga yang berada 15 meter dari lokasi kejadian, mengaku melihat pelaku penembakan kembali ke sepeda motor yang dikendarai rekannya, dengan berjalan pelan sambil memasukkan senjata api ke pakaiannya. Sejak terdengar tembakan yang pertama hingga pelaku melarikan diri, dia memperkirakan peristiwa itu hanya berlangsung sekitar dua menit.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Jateng Ahmad Daroji menilai, rentetan teror di Solo menunjukkan intelijen kecolongan. Ia berharap, aparat intelijen dari berbagai lembaga untuk bersinergi mengungkapkan teror itu. Ia juga berharap, teror di Solo tak dikaitkan dengan Pilkada DKI Jakarta.
Tokoh masyarakat Solo, Mudrick S Sangidu, sepakat dengan Daroji, kasus beruntun di Solo itu sebagai bukti aparat intelijen kecolongan. Dari tiga kasus yang semuanya menyerang kepolisian, hal itu merupakan peringatan kepada institusi kepolisian.
”Seolah-olah pelaku mengajak menjadikan polisi sebagai musuh bersama. Kalau dikaitkan dengan Pilkada DKI Jakarta, terlalu jauh,” ujarnya.
"Semua masih dalam proses penyelidikan, ada terduga teroris yang ditangkap dalam kondisi hidup, dan ini akan kami kembangkan lebih lanjut," katanya.
Menurut ahli hukum dari Universitas Sebelas Maret, Solo, M Jamin, teror di Solo jelas mengarah kepada polisi saja. Karena itu, polisi ditantang untuk mengungkapkan kasus itu.
”Kejadian sebelumnya kan sudah ada bukti forensik yang sebenarnya bisa diungkapkan. Polisi melalui intelijen seharusnya bisa mendeteksi,” katanya.